Sunday, 26 April 2015

Sedekah yang terbaik adalah sedekah kepada keluarga


Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Zainab, istri Abu Mas'ud, bertanya: Wahai Rasulullah, baginda telah memerintahkan untuk bersedekah hari ini, dan aku mempunyai perhiasan padaku yang hendak saya sedekahkan, namun Ibnu Mas'ud menganggap bahwa dirinya dan anaknya lebih berhak untuk aku beri sedekah. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ibnu Mas'ud memang benar, suamimu dan anakmu adalah orang yang lebih berhak untuk engkau beri sedekah." Riwayat Bukhari.

Abu Thalhah adalah seorang sahabat Ansar yang paling banyak harta di Madinah. Dan harta yang paling ia sukai adalah kebun Bairaha. Kebun itu menghadap ke mesjid Nabawi. Rasulullah saw. biasa masuk ke kebun itu untuk minum airnya yang tawar. Anas berkata: Ketika turun ayat ini: Sekali-kali kalian tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Abu Thalhah datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Allah telah berfirman dalam kitab-Nya: Sekali-kali kalian tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai, sedangkan harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha, maka kebun itu aku sedekahkan karena Allah. Aku mengharapkan kebaikan dan simpanannya (pahalanya di akhirat) di sisi Allah. Oleh sebab itu, pergunakanlah kebun itu, wahai Rasulullah, sekehendakmu. Rasulullah saw. bersabda: Bagus! Itu adalah harta yang menguntungkan, itu adalah harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan mengenai kebun itu. Dan aku berpendapat, hendaknya kebun itu engkau berikan kepada kaum kerabatmu. Lalu Abu Thalhah membagi-bagi kebun itu dan memberikannya kepada kaum kerabat dan anak-anak pamannya. (Shahih Muslim No.1664)

Hadis riwayat Zainab ra. ia berkata: 
Rasulullah saw. bersabda: Bersedekahlah kalian, wahai kaum wanita, meskipun dari perhiasan kalian! Kemudian aku (Zainab) kembali kepada Abdullah, dan berkata: Engkau adalah seorang lelaki yang tidak banyak harta, sedangkan Rasulullah saw. telah memerintahkan kita untuk bersedekah, maka datanglah kepada beliau untuk menanyakan apakah cukup sedekahku aku berikan kepadamu. Jika tidak, aku akan berikan kepada selain engkau. Abdullah berkata: Engkau sajalah yang datang menemui beliau. Lalu berangkat, ternyata di depan pintu rumah Rasulullah saw. sudah ada seorang wanita Ansar yang sama keperluannya dengan keperluanku. Pada saat itu Rasulullah saw. sedang merasa segan, lalu Bilal keluar menemui kami. Kami berkata kepadanya: Temuilah Rasulullah saw. beritahukan kepada beliau bahwa ada dua orang wanita di depan pintu yang ingin bertanya: Apakah cukup sedekah keduanya diberikan kepada suami mereka dan kepada anak-anak yatim yang berada dalam tanggungan mereka? Tapi jangan katakan siapa kami. Lalu Bilal masuk menemui Rasulullah saw. dan bertanya kepada beliau. Rasulullah saw. bertanya: Siapakah mereka berdua? Bilal menjawab: Seorang wanita Ansar dan Zainab. Rasulullah saw. bertanya: Zainab yang mana? Bilal menjawab: Istri Abdullah. Rasulullah saw. bersabda kepada Bilal: Mereka berdua mendapatkan dua pahala, pahala kerabat dan pahala sedekah. (Shahih Muslim No.1667)

Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menyiksa orang yang mengasihi dan menyayangi anak yatim, berbicara kepadanya dengan lembut dan mengasihi keyatiman serta kelemahannya, dan tidak bersikap angkuh dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya terhadap tetangganya. Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menerima sedekah seorang yang mempunyai kerabat keluarga yang membutuhkan santunannya sedang sedekah itu diberikan kepada orang lain. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya, ketahuilah, Allah tidak akan memandangnya (memperhatikannya) kelak pada hari kiamat. (HR. Ath-Thabrani)

Ummu Salamah ra. ia berkata: 
Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, Apakah aku mendapatkan pahala bila aku memberi nafkah kepada anak-anak Abu Salamah, aku tidak dapat membiarkan mereka ke sana ke mari (mencari rezeki), bagaimanapun mereka juga anak-anakku. Rasulullah saw. bersabda: Ya, engkau mendapatkan pahala apa yang engkau nafkahkan kepada mereka. (Shahih Muslim No.1668)

Sa'ad bin Abi Khaulah r.a. berkata, "Rasulullah menjengukku pada tahun Haji Wada' (ketika aku di Mekah karena sakit keras yang menimpaku (apakah aku akan sembuh darinya menghadapi kematian. (Dan dia tidak suka meninggal dunia di negeri yang dia tinggalkan hijrah). Aku berkata, 'Sesungguhnya sakitku telah parah seperti apa yang engkau lihat, dan aku mempunyai harta, padahal yang mewarisi aku hanyalah seorang anak wanita. Apakah boleh aku mewasiatkan seluruh hartaku?' Nabi menjawab, 'Tidak.' Aku berkata, 'Apakah boleh aku sedekahkan dua pertiga hartaku? (dan aku tinggalkan sepertiganya? Beliau bersabda, 'Jangan.' Aku bertanya, 'Separo (dan aku tinggalkan separonya)?' Beliau menjawab, 'Jangan.' Aku bertanya, 'Apakah boleh aku wasiatkan sepertiga dan aku tinggalkan dua pertiga untuknya?' Beliau bersabda, 'Sepertiga, dan sepertiga itu besar atau banyak. Karena engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan fakir, minta-minta kepada orang-orang. Sesungguhnya engkau tidak menafkahkan suatu nafkah dengan mengharapkan ridha Allah melainkan engkau pasti diberi pahala, (dalam satu riwayat: maka yang demikian itu menjadi sedekah bagimu), hingga apa yang engkau letakkan di dalam mulut istrimu.' Kemudian beliau meletakkan tangan beliau ke wajah beliau, lalu mengusapkan tangan beliau ke wajah dan tanganku, seraya berkata, 'Ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad, dan sempurnakanlah hijrahnya.' Maka, aku senantiasa merasakan dinginnya tangan beliau di dadaku hingga sekarang. Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, aku ketinggalan oleh teman-temanku?' (Dan dalam satu riwayat: 'doakanlah agar Allah tidak mengembalikanku ke belakang lagi.' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya engkau tidak ketinggalan. Karena tidaklah engkau melakukan suatu amal saleh (dengan mengharapkan ridha Allah) kecuali engkau bertambah derajat dan ketinggianmu. Kemudian mudah-mudahan engkau tidak akan tertinggal (meninggal di Mekah) sehingga orang-orang itu mendapat manfaat denganmu dan orang-orang lain mendapat mudharat. Ya Allah, lestarikanlah hijrah sahabat-sahabatku dan janganlah Engkau kembalikan mereka ke belakang (jangan Engkau jadikan murtad - penj.).'" Akan tetapi, orang yang merana adalah Sa'ad bin Khaulah yang diratapi oleh Rasulullah karena meninggal di Mekah. (Sa'ad berkata),"Rasulullah bersedih atas kematiannya di Mekah." (Sufyan berkata, "Sa'ad bin Khaulah adalah seorang lelaki dari bani Amir bin Luai."

No comments:

Post a Comment